image: pinterest
Namaku iik, gadis yang dibesarkan oleh nilai-nilai islami kuat di pedalaman Salatiga. Ayahku bekerja di kebun, sementara ibu pagi hari mencuci baju di rumah-rumah tetangga. Pada malam hari, ia mengajar ngaji di surau dekat rumah.
Tahun ini aku masuk kuliah. Aku mendaftar ke fakultas seni rupa dan desain salah satu perguruan tinggi di Bandung. Namun sayang, akhirnya aku mesti rela berkuliah di Jakarta, karena aku salah mengisi pilihan saat tes masuk perguruan tinggi.
Di sinilah petualanganku dimulai, di Ibukota, tempat di mana mimpi disemai, tumbuh, dan kemudian diombang-ambing oleh nasib. Ada mereka yang beruntung, mimpinya mekar dan hidupnya sejahtera. Ada mereka yang mesti menelan kepahitan, menjadi yang kalah di daerah-daerah kumuh yang terancam digusur.
Sebenarnya hatiku merasa lebih di rumah ketika tidur di bawah sinar lampu lima watt. Tapi apa daya, teman kuliahku mengajak tinggal bersama di apartemen di daerah sudirman. Dia yang bayar semua, sebagai pendatang mana bisa aku menolak. Kasur empuk dan TV kabel kini menjadi keseharianku, bukan lagi dipan dan radio tua seperti di Salatiga.
Salatiga yang menyala-nyala di malam hari. Dahulu adalah tempatku merenggangkan seluruh otot dan nadi yang masing-masing dari mereka mendukungku untuk melanjutkan hari-hariku.
Sayangnya, apa yang kulakukan di sana banyak mursalnya. Semilir angin dingin yang mengiris-iris kehampaan dirinya, Ia jadikan itu berguna, menjadi pemuas nikmat jiwa-jiwa yang hilang di Salatiga.
PS : Cerita ini adalah efek dari laptop yang dibiarkan menyala dan ditinggal makan siang. Oleh dua laki-laki jahanam ini, laptop tersebut kemudian disalah gunakan. Diketik ketik ketik, tau tau jadi sepotong narasi yang niat (baiknya) mau menceritakan kehidupan saya. Tapi jadinya begini! Dipasang disini karena mereka sahabat saya! You guys are bomb! Tu me fais rire, RIGOLO!
firdhaussi.com 