Malam ini, seorang temanku bertanya tentang dirinya—penilaian atas keanehan yang ia keluhkan.
Aku terkesiap, tidak siap akan pertanyaan tersebut. Sebab aku mengenalnya belum genap selengkung pelangi. Namun ku tuturkan ini temanku:
“Kamu adalah lelaki yang haus kembara. Maka, teguklah segar dan tawasnya kehidupan dengan lapang dada, karena semesta tidak pernah memberimu tawar. Berkatalah pada dirimu: kemarilah jiwa yang aneh. Rengkuhlah ia dalam pelukmu sendiri hingga kau lihat jiwa-pikir-asa mu berpilin bertautan tanpa takut mampus dikoyak sepi seperti Bung Chairil. Kamu—lelaki yang berhati jernih— yang setiap jengkal sum sum dalam dirimu adalah seni. Kamu selalu bilang, itu semua hidup dan senantiasa mengalir atas nama kemanusiaan. Kawanku, teruslah seperti itu. Kamu tidak mesti menjadi sama dengan yang lainnya. Pun, kamu tidak perlu menjadi paripurna. Sesekali, mendongaklah ke atas, lihat langit sedang membasuh diri dan bintang melucuti dirinya untuk sekadar menyambutmu. Camkan ini: segelap-gelapnya malam, kamu akan melihat gemilang cahaya.”
Cibubur,
23 Mei 2017
image : pinterest