Negeri para Bedebah adalah novel bagian pertama dari dwilogi Negeri para Bedebah dan Negeri di Ujung Tanduk. Berbeda dari genre khas Tere Liye yang lebih dikenal dengan novel romansa dan fantasi, Negeri para Bedebah menyuguhkan banyak adegan action yang dibungkus nuansa politik kelam.
Saya ingat waktu saat pertama kali menemukan dan akhirnya membaca novel ini adalah tahun 2012, saat saya duduk di bangku SMA. Saat itu, banyak yang mengaitkan plot cerita novel ini dengan kejadian nyata di Indonesia, tepatnya kasus Bank Century yang terjadi empat tahun sebelum novel ini terbit. Anggapan itu muncul bukan tanpa sebab. Novel ini menceritakan Thomas, sebagai tokoh utama yang mencoba mengungkap sekaligus menyelamatkan Bank Semesta milik adik orangtuanya. Thomas digambarkan sebagai figur yang ‘balas dendam’ atas masa kecilnya yang pahit. Ia tumbuh sebagai sosok yang keras, tangguh dan sukses. Tentu sukses berdasarkan definisi kebanyakan orang, sekolah tinggi dengan sederet gelar dan karier cemerlang.
Bagian menarik dari novel ini adalah rentang waktu cerita yang hanya berlangsung kurang lebih tiga hari. Dari rentang waktu yang sempit itu, Tere Liye mampu mengemas kegetiran kondisi politik di “Negeri Bedebah”, menyinggung kondisi ekonomi global, hingga mengungkap intrik bawah tanah pada kasus hukum dan peradilan. Interaksi Thomas dengan beberapa tokoh lain seperti Om Liem dan Julia juga menarik dan memberi sensasi tersendiri terhadap Thomas sebagai toko sentral.
Sebagai sebuah bacaan, novel ini memberi suguhan yang padat mengenyangkan. Pembaca akan dibawa dalam suasana terburu-buru dan menegangkan. Tere Liye, dengan struktur dan pemilihan kosa kata juga mampu bertutur tentang isu ‘berat’ ke dalam bacaan yang dapat cukup mudah dipahami.
Review pertama kali dipublikasikan oleh Tim Pamflet Generasi pada artikel berjudul Rekomendasi Bacaan di Hari Buku dalam versi yang dipersingkat oleh redaksi. Tim Pamflet telah memberikan persetujuan agar review dapat dipublikasikan di halaman ini.
Categories
Mengulas Negeri Para Bedebah
